Senin, 14 April 2014

*on the phone with my beloved grandma*


~~~

"Tiii.. ada kase skolah jaoh-jaoh cuma ba cari musuh dia," komentar pertama oma setelah ceritaku usai.

"Pi minta maaf kasana, nou," kata oma kemudian.

"Suda, baru dia bo bagitu. Bekeng malas," jawabku cepat. Ada sedikit kesal tersembul.

"Jangan tanya, sala sandiri."

"Ih, baru bagimana?"

"Ja me'otawa, sapa suru."

Aku menarik napas. Enggan membalas. Aku sudah terbiasa dengan posisi ini.


Lagi bengong liatin hujan, tiba-tiba...

"Aku punya yang kayak gitu," katanya dengan mata berbinar.

"Oh ya?"

Dia mengangguk, lalu perlahan mendekat. Beberapa saat kemudian, dia sudah duduk persis di sampingku. Tanpa permisi. Tanpa bertanya. Lalu ia mulai mengoceh banyak hal. Masih dengan binar mata yang sama. Kadang aku mendapati diriku tertegun, tenggelam dalam binar mata itu.

"Eh, kita belum kenalan," ucapku sambil mengulurkan tangan.

"Nafi," katanya sambil menyalamiku.

Minggu, 13 April 2014

Hari ini, ku temukan satu lagi 'tanda-pertalian' itu. Tanda yang kesekian kalinya. Bagaimana perasaanku? Senang, kesal, menyesal? Entahlah. Aku bahkan tak tahu bagaimana perasaanku sendiri.

Seiring dengan itu, pertanyaan-pertanyaan kembali menyeruak. Pertanyaan yang dulu pernah menyerah karna aku tak jua bisa memberi jawaban.
Kenapa begitu mudahnya melepaskan aku? Bukankah katamu, kau letih untuk bermain-main? Lalu kenapa tak kau coba memperjuangkan ikatan ini? Kenapa semua terasa mudah diakhiri? Padahal kau sendiri yang bilang, kau pernah menduga ini akan terjadi karna kau tahu persis sifatku.

Mungkin kamu memang tak berniat serius. Itu spekulasi pertama.